Alpius Tallulembang
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
Wacana pemerintah menaikan pajak bukanlah isapan jempol semata. Pemerintah serius dalam menggejot pendapatan negara dari sektor perpajakan. Dalam beberapa kesempatan, Pemerintah telah menyampaikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik sebesar 1% pada tahun 2025 menjadi sebesar 12%. Masyarakat harus siap-siap merogoh kocek lebih dalam lagi. Sebelumnya PPN telah dinaikkan pada tahun 2022 dari yang sebelumnya 10% menjadi 11%. Tarif PPN sendiri telah ditetapkan pemerintah Indonesia menjadi 11%sejak 1 April 2022 lalu dan akan dinaikkan secara bertahap sampai dengan 12% di tahun 2025. Hal ini termuat dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau lebih dikenal dengan UU HPP Bab IV pasal 7 ayat (1) tentang PPN.
Tujuan kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 adalah untuk membantu pemulihan ekonomi nasional yang mengalami defisit besar akibat terjangan pandemi covid-19 selama 2 tahun berturut-turut, serta untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan pembiayaan sosial yang sangat tinggi. Pemerintah dipaksa menggenjot target penerimaan pendapatan negara. Kenaikan target tersebut dapat dipenuhi dari sektor pajak. Untuk mempercepat pemulihan ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan dalam negeri maka tahun 2022 adalah tahun terakhir defisit APBN boleh di atas 3% sedangkan untuk tahun 2023, defisit APBN harus di bawah 3%.
Dari data Kemenkeu, realisasi penerimaan pendapatan negara dari sektor perpajakan naik sebesar 5,9% dari tahun lalu, melampaui target tahun 2023 sebesar 106,6% dari target APBN dan 101,7% dari Perpres 75/2023. Jika melihat data tersebut, sudah seharusnya semua program kerja pemerintah untuk tahun 2023 dapat terlaksana 100% karena mendapat dukungan dari ketersediaan pendanaan dari APBN. Namun dalam kenyataannya masih kalah jauh dari total belanja negara yang mencapai Rp3,121,9 triliun, terdapat defisit sebesar Rp347,6 triliun. Kebutuhan pembiayaan dalam negeri belum dapat terpenuhi, akibatnya banyak rencana kerja pemerintah meleset dari target. Salah satunya adalah rencana pembangunan Proyek SPAM Karian Serpong untuk direncanakan menyediakan kebutuhan sumber air bersih masyarakat Jakarta, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan, awalnya direncanakan akan mulai konstruksi pada tahun 2023, namun sampai dengan saat ini, belum dapat direalisasikan. Selain karena ternyata banyak rencana program pemerintah yang tidak tercapai pada tahun 2023, rencana kenaikan PPN pada tahun 2025 juga perlu memperhatikan dampak negatif yang luar biasa dari kenaikan PPN tersebut. Pertama, dengan kenaikan PPN sebesar 1% maka akan menaikkan harga barang dan jasa, hal ini tentu akan menurunkan daya beli masyarakat, kenaikan PPN juga dapat berkontribusi pada laju inflasi, sektor usaha dan investasi juga akan terdampak, sektor properti, dan yang terakhir adalah dampak sosial berupa ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Evaluasi terhadap kenaikan PPN sebelumnya haruslah menjadi acuan dalam kebijakan-kebijakan perpajakan terutama untuk kembali menaikkan PPN sebesar 1%. Jika melihat dari capaian realisasi penerimaan negara dari sektor pajak, maka dapat dikatakan kenaiakan PPN pada tahun 2022 berhasil, namun jika melihat dari defisit belanja APBN terhadap penerimaan APBN dan capaian sasaran program pemerintah disandinngkan dengan dampak negatif pada masyarakat, maka rencana kenaikan PPN pada tahun 2025 tentu perlu kajian lebih dalam lagi.
Indonesia masih sangat ketergantungan pada sektor perpajakan dalam pemenuhan belanja APBN. Pemerintah harusnya mulai membiasakan diri menggenjot penerimaan pendapatan negara bukan lagi memberatkan sektor perpajakan, tapi lebih memberdayakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Proporsi penerimaan dari sektor pajak harus diturunkan sedangakan proporsi penerimaan dari PNBP harus dinaikkan. Misalnya dengan memaksimalkan kerja BUMN untuk pembagian deviden, penerimaan sumber daya alam non migas, dan pendapatan alternatif lainnya.
Jika Pemerintah tetap akan menaikkan PPN sebesar 1% pada tahun 2023 menjadi 12%, maka masyarakat harus siap menurunkan standar kebutuhan hidup atau harus siap diri, tenaga, pikiran dan waktu guna mencari sumber pendapatan lebih.