Fitri Fauzia Damayanti
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diperkirakan akan naik ditahun 2025, akankah ditahun 2024 ini menjadi tahun terakhir berlakunya tarif ppn 11 persen.
Seperti yang kita ketahui akhir – akhir ini masyarakat Indonesia kembali dihebohkan dengan kebijakan pemerintah terkait perpajakan. Banyak Pro dan kontra masyarakat dalam menyikapi kenaikan pajak yang akan dating. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang semula 10 persen hingga saat ini naik menjadi 11 persen sejak tanggal 1 April 2022 lalu dan diperkirakan akan naik secara bertahap sampai dengan 12 persen di tahun 2025.
Hal ini disebut dalam Undang – undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau lebih dikenal dengan UU HPP Bab IV pasal 7 ayat (1) tentang PPN. Sedangkan dalam pasal 7 ayat (3) dijelaskan bahwa tarif PPN dapat diubah paling tinggi 15 persen dan paling rendah 5 persen dan perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tentu saja kenaikan PPN ini akan sangat berdampak pada kehidupan masyarakat sehari- hari. Dengan naiknya tarif PPN menjadi 12 persen kemungkinan akan menimbulkan dampak negatif seperti meningkatnya inflasi.
Seharusnya beban PPN dibayar oleh penjual atau pengusaha kepada konsumen dalam kenaikan barang maupun jasa. Ketika kenaikan harga barang dan jasa yang dikenai PPN tidak hanya satu atau dua barangatau jasa saja maka akan terjadi inflasi. Belum lagi dengan adanya sikap reaktif dari pengusaha yang sebenarnya tidak kena PPN akan tetapi ikut menaikan harga barang dan jasanya, maka tingkat inflasi pasti akan naik semakin tinggi.
Hal tersebut tentu akan sedikit mengurangi efektivitas kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) untuk menjaga inflasi tetap dikisaran 3 persen plus minus 1 persen yang mulai menampakan hasilnya. Dalam rilis hasil Rapat Dewan Gubernur BI (RDGBI) tanggal 16- 17 Januari 2024, dilaporkan Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Desember 2023 tercatat sebesar 2,61 persen (yoy) menurun dari tahun sebelumnya sebesar 5,51 persen (yoy) sehingga berada dalam kisaran 3 persen plus minus 1 persen. Inflasi inti 2023 terjaga rendah sebesar 1,80 persen (yoy).
Inflasi ini tentu akan mengurangi daya beli masyarakat yang baru saja pulih setelah terkena dampak Pandemi Covid 19. Dengan naiknya tarif PPN akan menyebabkan peningkatan harga produk sehingga akan membuat barang dan jasa menjadi lebih mahal bagi masyarakat. Hal ini akan memberikan dampak lanjutan seperti masyarakat akan melakukan penghematan dan penurunan daya beli masyarakat. Jika masyarakat melakukan penghematan dan turun nya daya beli tentu hal tersebut dapat mempengaruhi dunia usaha khususnya pengusaha yang barang dan jasanya dikenai biaya PPN.
Ketika hal tersebut terjadi, tentu menimbulkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan memicu pelemahan konsumsi rumah tangga diikuti dengan dampak berikutnya seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Tentu saja Pemerintah dalam pengambilan kebijakan ini tidak terburu-buru, asas keadilan dan tepat sasaran guna menjaga kepentingan masyarakat tetap dikedepankan. Akan tetapi lebih baik pemerintah menunda penaikan tarif PPN ini, jika pemerintah tetap akan menaikan tarif PPN tentu saja masyarakat harus menyiapkan diri untuk mencari pendapatan lebih guna mencukupi kebutuhan hidupnya.