Safwan Badhra Yaqzan
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
Citizen Lawsuit atau yang kerap disebut gugatan warga negara adalah gugatan yang diajukan oleh sekelompok warga negara untuk menggugat tentang tanggung jawab Penyelenggara Negara atas kelalaian dalam memenuhi hak-hak warga Negara. Kelalaian tersebut didalilkan sebagai Perbuatan Melawan Hukum, sehingga Citizen Lawsuit diajukan pada lingkup peradilan umum dalam hal ini perkara Perdata. Oleh karena itu atas kelalaiannya, dalam petitum gugatan, Negara dihukum untuk mengeluarkan suatu kebijakan yang bersifat mengatur umum (regeling) agar kelalaian tersebut tidak terjadi lagi di lain hari. Mekanisme gugatan ini dilahirkan di negara yang menganut sistem hukum Common Law, seperti di Amerika,India,dan Australia.
Namun, di negara Indonesia yang menganut sistem hukum Civil Law mekanisme gugatan Citizen Lawsuit juga diterapkan dalam pengadilan umum di negara Indonesia. Yang penerapan pertama kali mekanisme gugatan Citizen Lawsuit ini terdapat pada perkara nomor 28/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST yang di ajukan di Pengadilan Negeri Jakarta yang gugatannya berisi tentang Gugatan untuk pemerintah Indonesia atas deportasi buruh migran dari Malaysia.
Sebenarnya jika dilihat dalam dasar filosofisnya mekanisme gugatan Citizen Lawsuit tidak dapat diterapkan di negara yang menganut sistem hukum Civil Law karena sumber mekanisme gugatan ini bersumber pada yurispudensi, sehingga mekanisme ini seharusnya tidak bisa diterapkan di negara yang menganut sistem hukum Civil Law yang dalam proses beracaranya bersumber pada undang-undang dan bukan pada yurispudensi.
Namun, mengapa mekanisme gugatan Citizen Lawsuit bisa diterapkan di dalam sistem hukum negara kita yang menganut sistem hukum Civil Law?. Hal ini bisa terjadi karena penerapan mekanisme gugatan Citizen Lawsuit dalam sistem hukum kita merupakan proses transplantasi hukum yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mencari keadilan (Justiciabelen). Yang jika kita kaji dalam perkembangannya, hukum acara perdata di Indonesia sebagai hukum formil yang berfungsi untuk mempertahankan atau melaksanakan hukum (perdata) materiilnya telah mengadopsi banyak mekanisme penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang berasal dari hukum acara perdata asing yang bersumber pada sistem hukum common law.
Dalam konteks pada perkara nomor 28/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST yang merupakan gugatan citizen lawsuit yang di ajukan di Pengadilan Negeri Jakarta ini kenapa bisa di terima dan dilanjutkan pemeriksaan perkaranya oleh Majelis Hakim melalui penetapan pengadian. Ini karena Majelis Hakim berpendapat dengan mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 1999, dalam Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 27, yang sekarang diubah dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 yang menjadi dasar atas diterimanya gugatan Citizen Lawsuit ini. Dengan adanya penetapan ini hakim telah melakukan proses transplantasi hukum dari sistem common law yaitu mekanisme gugatan citizen lawsuit ke dalam mekanisme hukum acara di Indonesia.
Akan tetapi meski mekanisme gugatan ini bisa diterima dalam proses beracaranya gugatan Citizen Lawsuit terikat pada hukum acara perdata di Indonesia akibat dari sifat hukum acara perdata yang memaksa (Imperatif) sehingga hukum formil yang menjadi dasar dalam penanganan sengketa perdata tersebut tidak dapat dikesampingkan. Hal ini berimplikasi pada hakim yang harus tunduk pada segala peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam proses menangani perkara gugatan Citizen Lawsuit. Selain itu, hakim juga tidak mempunyai kewenangan menciptakan peraturan yang mengikat setiap orang secara umum. Berdasarkan sifat peraturan hukum acara perdata tersebut, secara implisit dapat diartikan bahwa hukum acara berlaku mengikat terhadap setiap mekanisme perkara perdata yang diajukan, selama belum ada peraturan undang-undang yang mengatur.
Yang dalam hal ini dapat disimpulkan penerapan mekanisme gugatan Citizen Lawsuit proses beracaranya mengikuti hukum acara perdata yang terdapat di Indonesia dan dalam menjatuhkan putusan, hakim terikat pada undang-undang yang berlaku di sistem hukum negara Indonesia. Jika dikaji secara yuridis-pun gugatan Citizen Lawsuit di Indonesia sendiri belum ada pengaturannya dan hanya bersumber pada yuridpudensi putusan perkara nomor 28/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST yang dalam gugatannya dimenangkan dengan dasar gugatan pasal 1365 KUHPerdata yaitu perbuatan melawan hukum. Yang dalam hal ini pasal 1365 KUHPerdata menjadi dasar bagi gugatan Citizen Lawsuit yang ingin diajukan oleh warga negara selama wrga negara bisa mendalilkan bahwa tindakan atau pembiaran pejabat negara sehingga menimbulkan kerugian bagi warga negara dapat diartikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).
Dengan uraian di atas dapat dimengerti bahwa gugatan Citizen Lawsuit bersumber pada yurispudensi perkara nomor 28/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST dalam pengajuannya dan penerapan mekanismenya. Namun, menurut penulis dalam penerapan mekanisme gugatan Citizen Lawsuit masih banyak keambiguan dan oleh karena itu memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam penerapannya. Masalah ini bisa diatasi dengan para penegak hukum yang berwenang merumuskan pengaturan terkait mekanisme pengajuan dan proses beracara gugatan “Citizen Lawsuit”. Contohnya seperti, PERMA ataupun SEMA yang mengatur berbagai hal terkait mekanisme gugatan Citizen Lawsuit seperti, syarat pengajuan gugatan Citizen Lawsuit, ruang lingkup gugatan Citizen Lawsuit, dan bagaimana proses beracara gugatan Citizen Lawsuit.
Pengaturan ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dalam penerapan mekanisme gugatan Citizen Lawsuit. Agar nantinya bagi para warga negara yang ingin mengajukan gugatan Citizen Lawsuit dengan tujuan mempertahankan haknya sebagai warga negara di jamin oleh undang-undang dalam dasar pengajuannya atau legal standing-nya sehingga tidak menimbulkan keambiguan dalam penerapan mekanisme gugatan Citizen Lawsuit di pengadilan.