Diesya Zahirah Aulia
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
POSISI KASUS / DUDUKAN PERKARA
Bahwa ia Anak I (usia 14 tahun), Anak II (usia 15 tahun), dan Anak III (usia 15 tahun) pada hari Minggu tanggal 5 Februari 2023 sekira pukul 17.30 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu di tahun 2023 bertempat di Bantul atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Bantul yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, telah dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.
Bahwa berdasarkan keterangan para saksi dan Anak yang bersesuaian diperoleh fakta fakta bahwa perbuatan Para Anak kepada Anak korban dengan cara bersama-sama dimana Anak I merangkul, memegang paha Anak korban kemudian membuka baju bagian atas dan mini set sampai payudara terlihat lalu meraba payudara dan mengulum payudara sebelah kiri Anak korban, kemudian Anak II dengan cara menciumi bibir dan memegang payudara Anak korban sebelah kiri dan Anak III merangkul, memegang paha, memegang payudara sebelah kiri dan mengulum payudara sebelah kanan Anak korban dalam posisi anak korban dibaringkan di pangkuan Anak II.
OPINI HUKUM
Permasalahan kejahatan seksual di Indonesia, khususnya kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak, perlu ditangani secara lebih intensif dan serius. Hal ini karena perempuan dan anak korban cenderung diabaikan oleh lembaga terkait sistem peradilan pidana, yang seharusnya memberikan mereka perawatan dan perlindungan yang sesuai berdasarkan hukum. Hal ini tidak boleh terjadi karena korban tetap mempunyai hak atas perlakuan adil dan perlindungan haknya. Tidak ada seorangpun yang ingin menjadi korban kejahatan. Pelaku kejahatan semacam ini seharusnya dihukum seberat-beratnya. Namun di sisi lain, pemberian hukuman berat terhadap anak di bawah umur masih menjadi topik kontroversial karena dianggap sebagai pelanggaran hak asasi anak. Namun yang menjadi pertanyaan “ Pernahkah kita memikirkan hak asasi korban, termasuk hak asasi keluarga korban?” Pelaku kejahatan seksual (pemerkosaan) bisa saja adalah anak-anak, seperti kasus di atas, dan SPPA di Bawah Pidana Anak Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Criminal Justice System), pelaku sadis yang masih berusia anak-anak disebut juga dengan “ kejahatan anak terhadap anak” artinya adalah “ sebuah undang-undang yang melampaui sadisme orang dewasa dan menekankan solusi melalui pendekatan keadilan restoratif.
Hal ini menjadi pemikiran kita semua, khususnya bagi pemerintah dan DPR sebagai lembaga yang diberi kewenangannya, bahwa negara perlu mengeluarkan peraturan untuk mengkaji ulang undang- undang SPPA sebab, menurut penulis, di satu sisi SPPA Undang-Undang terlalu telah banyak memberikan perlakuan khusus terhadap anak sebagai pelaku, sedangkan undang-undang perlindungan anak memberikan hukuman yang paling berat dan memberikan perlindungan yang sebesar-besarnya kepada korban, khususnya anak korban kekerasan seksual dengan keadilan di dalamnya.
KESIMPULAN
Bagi anak yang belum berumur 16 tahun melakukan tindak pidana, hakim dapat mengenakan tindakan dengan jenis pemidanaan anak, secara tegas dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 Pasal 71, hakim dapat memberikan putusan secara alternatif menjadi tiga jenis pemidanaan, yaitu: Dikembalikan kepada orang tua atau walinya tanpa pidana, diserahkan kepada pemerintah atau lembaga sosial untuk didik sebagai anak negara tanpa dijatuhi pidana dan di pidana terhadap seseorang yang belum dewasa. Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa setiap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana memiliki sanksi hukum yang berbeda dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana.
SARAN
Untuk para penegak hukum diharapkan dapat memberikan keadilan yang seadil – adilnya tanpa ada yang merasa di dzalimi atau terjadinya ketimpangan hukum kepada korban, keluarga korban, maupun pelaku. Seperti halnya dalam kasus ini, yang dilakukan oleh anak di bawah umur terkadang kerap menjadi pertanyaan lantaran hukuman yang harus dijatuhkan kepada anak harus memenuhi rasa keadilan bagi korban, maka dari itu pemerintah dan penegak hukum seharusnya membuat peraturan yang lebih jelas agar tidak menjadi permasalah di masyarakat.