Tengku Triawan Akbar
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
UMKM merupakan usaha dengan modal yang relatif kecil, namun menjadi salah satu sektor yang membutuhkan kreativitas dan merupakan salah satu fondasi dalam perekenomian Indonesia yang berkontribusi yang sangat besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yaitu mencapai 60 % atau sekitar Rp 2 triliun. UMKM juga mampu memperkerjakan sebanyak 97 persen tenaga kerja dari total 64 Juta UMKM di Indonesia. Namun amat disayangkan, bahwa kontribusi UMKM terhadap penerimaan negara dari pajak masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan angka-angka tersebut. Salah satu penyebabnya yakni kurangnya kemampuan pelaku UMKM dalam melakukan pembukuan dan menjalani administrasi perpajakan, seperti kesusahan membuat laporan keuangan dan laporan perpajakan sehingga dirasakan untuk kontribusi UMKM terhadap pajak sangatlah kecil dan rendahnya jumlah UMKM yang terdaftar sebagai Wajib Pajak UMKM.
Permasalahan ini sebetulnya juga telah menjadi sorotan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Ia mengaku sulit menaikkan angka rasio pajak di Indonesia yang tertinggal jauh dari negara-negara tetangga, seperti Thailand dan Filipina. Rasio pajak tercatat turun ke posisi 10,21% dari PDB pada 2023. Sebelumnya, rasio pajak tercatat mencapai 10,39% pada 2022. Angka tersebut naik 9,12% pada 2021. “Kita tahu Indonesia masih kesulitan untuk meningkatkan tax ratio (rasio pajak),” ungkap Sri Mulyani dalam Mandiri Investment Forum 2024 di Hotel Fairmont, Jakarta, dikutip Rabu (6/3/2024). Menurut Sri Mulyani , sebanyak 47% perekonomian di Indonesia yang tidak masuk dalam basis perpajakan di Indonesia, sehingga Indonesia hanya mengandalkan 53% dari basis pajak, apalagi pemerintah telah merilis insentif pajak yang juga dapat mempengaruhi penerimaan negara.
Survei yang dilakukan oleh DDTC FRA turut memberikan beberapa masukan yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan serta partisipasi para pelaku UMKM dalam sistem perpajakan di Indonesia. Sehingga dalam hal ini diperlukan perubahan administrasi pajak, dapat berupa peningkatan pelayanan petugas perpajakan, simplikasi kebijakan pajak dan sistem yang dapat mempermudah para pelaku UMKM, dan peningkatan literasi perpajakan. Kementerian Keuangan telah membuat kebijakan agar penerimaan negara melalui UMKM dapat terserap dengan optimal, kebijakan tersebut yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 yang memberikan keistimewaan peraturan perpajakan terhadap UMKM. Penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final UMKM dari yang sebelumnya 1% menjadi 0,5% berdasarkan penghasilan brutonya. Selain itu, pemerintah juga telah membebaskan PPh untuk UMKM perseorangan dengan penghasilan di bawah 500 juta rupiah per tahun melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
UMKM bukan tidak mau bayar pajak, akan tetapi ada faktor lain seperti pemahaman seperti ”Saya Bayar Pajak itu, saya dapat apa secara langsung dan tiba-tiba dipotong dan disuruh bayar pula”. Peran Direktorat Jenderal Pajak memiliki peranan sangat penting terutama terkait literasi dan edukasi yang baik tentang sistem perpajakan terhadap masyarakat khususnya yang didahulukan yakni mengingat para pelaku UMKM saat ini pengetahuan mereka tergolong masih sangat terbatas