Putri Rahayu Widjayanti
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
Masalah penguasaan terhadap kepemilikan tanah tanpa hak selama ini menjadikan problematika serius, dikarenakan bukan saja dapat merugikan masyarakat sebagai korban atau pihak yang bersangkutan, namun juga merugikan negara. Kepemilikan atau penguasaan tanah tanpa hak yang dimaksud diantaranya adalah dengan cara memalsukan terhadap sertipikat sebagai tanda bukti kepemilikan hak atas tanah, atau yang sering disebut dengan istilah ‘mafia tanah’.
Praktik mafia tanah sesungguhnya terjadi di masyarakat, khususnya dalam proyek pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Meskipun demikian, hal ini tidak selalu mengemuka di permukaan. Praktik mafia tanah tidak hanya merugikan negara, lebih dari itu, membuat kesengsaraan dan rasa ketidakadilan bagi masyarakat.
Pemerintah telah menerbitkan Petunjuk Teknis Nomor 1/JUKNIS/D.VII/2018, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah. Sanksi pidana dapat dikenakan bagi mafia peradilan. Masyarakat sebagai pemilik tanah dapat melakukan pencegahan dengan cara mencermati praktek mafia tanah yang mencurigakan dan berpotensi menimbulkan kerugian.
Mafia tanah sulit diberantas dikarenakan masalahnya rumit diselesaikan, dikarenakan memanfaatkan kelemahan birokrasi serta menggandeng aparat hukum dan birokrasi terkait. Selanjutnya, masyarakat diharapkan dalam mendaftarkan tanah miliknya dengan cara diurus sendiri adalah merupakan salah satu peran atau pemberdayaan guna menekan atau meminimalisir praktek mafia tanah yang berkeliaran di Negara Indonesia.
Oleh karenanya diperlukan pemberian hukum pidana yang tegas, tanpa pandang bulu. Baik bagi pelaku mafia tanah maupun birokrasi yang diajak melakukan kejahatan. Selain itu diperlukan penataan birokrasi dengan mengedukasi tugas dan kedudukan masing-masing berdasar ketentuan dan perundangan, mulai dari Kepala Desa/Lurah dan/atau perangkat desa, Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Notaris/PPAT), serta para pejabat Badan Pertanahan hingga Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (KementrianATR/ BPN).
Pada umumnya pihak masyarakat yang menjadi korban tidak sadar bahwa sertipikat yang dimilikinya ternyata tidak sesuai atau palsu, mengingat sertipikat tanah adalah berbentuk fisik, yang mana sifatnya yang insidentil menjadikannya jarang diperiksa di Kantor Badan Pertanahan daerah setempat. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari terjadinya berbagai bentuk kasus mafia tanah yang melakukan pemalsuan terhadap sertipikat hak atas tanah. Serangkaian pemalsuan sertipikat tanah dimulai dari peran mafia tanah yang dimulai dari memalsukan dokumen surat kuasa penjualan tanah atau surat jual beli tanah, penggunaan surat tanda kepemilikan yang ada di kantor pemerintahan desa atau kelurahan yang dibantu oleh para pejabat terkait, atau dengan cara memalsukan atas hak yang dapat dijadikan timbulnya suatu gugatan di Pengadilan, yang mana pemalsuan tersebut adalah terhadap adanya bentuk otentik berupa tulisanatau surat, namun apabila dibuktikan tidak dapat menggambarkan sebagaimana mestinya dengan sah atau benar.
Para mafia tanah dari waktu ke waktu selalu mempelajari aksi yang dilakukannya guna terhindar dari persoalan sengketa tanah dengan konflik yang pada kenyataannya selalu melanggar hukum. Salah satu hal yang diterapkannya, yaitu aksi tersebut harus dilakukan oleh sekumpulan orang secara terstuktur, terjadwal dan dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Para mafia tanah juga mempelajari bagaimana cara dalam mengelabui korban yang akan menjadi sasarannya nanti. Alasan sampai saat ini masih menjamurnya kasus mafia tanah dikarenakan tanah tersebut sudah tidak dapat diperbaharui lagi, khususnya di Indonesia masih kurangnya alat untuk mengembangkan tanah secara fungsional, kemudian tingginya kebutuhan tanah oleh masyarakat. Namun tanah memiliki nilai ekonomis yang begitu tinggi. Hal ini bisa dilihat semakin tingginya dari waktu ke waktu harga tanah terutama yang berada di daerah perkotaan. Faktor tersebut membuat keinginan dari pihak ataupun oknum lain untuk menguasai secara tidak bertanggung jawab dengan cara melanggar hukum.
Kebijakan kriminalisasi yang terjadi dalam sistem pendaftaran tanah tidak menutup kemungkinan bagi aparat penegak hukum seperti pihak kepolisian untuk melakukan penyidikan terhadap kejahatan yang telah terjadi di bidang pertanahan. Pasal 1 ayat (l) KUHP dapat digunakan oleh penyidik polisi sebagai dasar dalam melaksanakan kegiatan penyelidikannya. Dimana dalam Pasal ini menganut asas legalitas yang dapat ditafsirkan dan dapat diberlakukan dalam peraturan perundang-undangan pertanahan. Selain itu juga terdapat beberapa indikasi pidana lainnya yaitu:
- Tindak pidana yaitu dengan cara memalsukan dokumen berupa surat-surat pertanahan atau memberikan keterangan palsu yang dalam hal ini akan menjadi indikasi yang sangat berkaitan dengan bidang penegakan hukum pertanahan.
- Dalam kasus bidang pertanahan ini ternyata ada sejumlah oknum pejabat seperti kementerian BPN yang turut menjadi bagian dari Mafia Tanah. Hal ini juga tidak terlepas bahwa penyebab masih tingginya kasus di bidang pertanahan di Indonesia salah satunya disebabkan masih banyaknya terjadi praktek percaloan masalah tanah di Indonesia. Pelanggaran tersebut dapat diklasifikasikan sebagai suatu delik korupsi.
Upaya bersama yang dapat dilakukan adalah dengan cara peran pemerintah bersama rakyat untuk mencegah dan memberantas mafia tanah, antara lain:
- Pemerintah menerbitkan Petunjuk Teknis yang tertuang dalam kutipan Nomor 1/JUKNIS/D.VII/2018, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah.
- Masyarakat sebagai pemilik tanah dapat melakukan upaya-upaya pencegahan, misalnya ketika akan memberikan kuasa supaya dipelajari terlebih dahulu dokumen surat kuasa yang dibuat, serta jangan mudah menyerahkan sertipikat dan surat penting mengenai kepemilikan hak atas tanah kepada orang lain/ pihak lain.
Jika terjadi dalam kasus balik nama sertipikat tanah, maka perlu dilihat, apakah ada kekurangan atau cacat hukum bilamana tidak melalui prosedur dan persyaratan yang harus dilakukan. Akibatnya disebut cacat administrasi, yang dapat berakibat pada pembatalan proses balik nama. Oleh karena itu, masyarakat dalam mendaftarkan tanah miliknya dengan cara diurus sendiri adalah merupakan salah satu peran atau pemberdayaan guna menekan atau meminimalisir praktek mafia tanah yang berkeliaran di Negara Indonesia.
Adapun penegakan hukum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk meminimalisir terjadinya permasalahan tersebut yaitu Pertama dengan membentuk kelompok pemberantasan gerakan mafia tanah yang terdiri dari Satuan Tugas Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah (STPPMT) dan Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA). Kedua melakukan Pengecekan keaslian sertipikat tanah yang terdiri dari layanan langsung ke kantor BPN dan melalui layanan online.