Dwi Inne Aprillian
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
Di zaman hidup sekarang sering kali menjadi ajang perlombaan untuk menunjukan jati diri bahwa keberhasilan seseorang di lihat dari gaya hidupnya, flexing di dunia maya (sosial media) disaat orang menujukan kemampuanya membeli barang – barang brended yang di kenakan nya, sekelas Bag, Shoes, T-shirt yang harganya jutaan rupiah bahkan ada yang ratusan juta. Barang-Barang luxury brand biasanya di import dari luar negeri (paris, amerika serikat), di lihat dari segi harga yang fantastis tentunya penikmat barang -barang brended ini bukanlah orang kalangan bawah atau menengah, tentunya kalangan atas adalah penikmatnya yang dimana uang yang dimilikinya berlebih untuk meyisihkan membeli luxury brand. Namun perlu di ketahui kewajiban membayar pajak untuk penikmat luxury barnd ini dikenakan pajak penjualan barang mewah seperti tas branded dan perhiasan yang mengacu pada Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM bahwa tarif pajak penjualan atas barang yang dikategorikan barang mewah sebesar 10% dan maksimal 200%.
Banyaknya peminat luxury brand, motode yang sedang trend diera digital sekarang ialah open jastip daro luar negri aspek pajak yang melekat pada transaksi, yaitu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 203/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Fasilitas bebas bea masuk tidak dapat digunakan untuk keperluan komersil.
Maraknya jastip dikarenakan banyak aspek dilihat dari segi harga dan model barang yang belum tersedia di Indonesia, maka dengan cepatnya sosial media untuk tahu model terupdate orang-orang penikmat luxury brand berlomba-lomba untuk memilikinya. Membayar pajak pun terasa ringan untuk penikmat luxury brand untuk meluapkan hawa Nafsunya.