Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pembajakan Film Keluarga Cemara

Eky Rafliandi

Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)

Film Keluarga Cemara produksi PT Visinema Group dirilis pada 3 Januari 2020 di bioskop Indonesia dan mendapat respons positif dari penonton. Namun, tidak lama setelah penayangan, versi bajakan film ini mulai beredar di berbagai situs streaming ilegal. Menyikapi hal tersebut, PT Visinema Group melaporkan pelaku pembajakan, Aditya Fernando Phasyah (AFP), kepada pihak kepolisian/Mabes Polri pada April 2020.

Setelah penyelidikan, AFP ditangkap oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada 29 September 2020 di Jambi, sementara rekannya, Robby Bhakti Pratama (RBP), masih buron hingga kini. Karena ia mengunggah secara ilegal film Keluarga Cemara di situs DUNIAFILM21. Tak hanya itu, dalam penelusuran kasus pembajakan ini, AFP telah melakukan pembajakan sekitar 3.000 judul film lokal dan import sejak tahun 2018. Hal ini terdakwa lakukan untuk mencari keuntungan dari iklan yang didaftarkan, mengingat judul film-film tersebut cukup terkenal.

 Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jambi, AFP dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 14 bulan penjara dan denda 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan Pidana kurungan selama satu bulan.

Dalam kasus pembajakan film keluarga cemara, pelaku Aditya Fernando Phahsyah divonis Pengadilan Negeri Jambi selama 14 bulan. Dalam putusannya Nomor 762/Pid.B/2020/PN-Jmb, Hakim Ketua Arfan Yani menyatakan Aditya bersalah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 113 Ayat 3, serta Pasal 9 Ayat 1 huruf a, b, e dan/atau g UU No.28/2014 terkait Hak Cipta Pasal 55 jo Ayat 1 ke-1 KUHpidana.

Menurut penulis meskipun kasus ini tidak dibawa ke pengadilan perdata, PT Visinema Picture selaku rumah produksi film mempunyai hak untuk mengajukan tuntutan ganti rugi atas kerugian material dan immaterial. Pasal yang digunakan untuk menuntut ganti rugi dalam KUHperdata :

Pasal 1246 : “Biaya, ganti rugi, dan bunga yang boleh dituntut kreditur terdiri atas kerugian yang dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya.” Karena pelaku telah melakukan pembanjakan tanpa izin sehingga menciptakan kerugian.

Pasal 1365 : “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya mengeluarkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut.” Karena pelaku telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) mengakibatkan kerugian.

Pasal 1243 : “Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tak terpenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berlisensi, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya.” Dalam kasus ini pelaku lalai sebab tidak memenuhi kewajibannya untuk meminta izin menggandakan dan mendistribusikan.

            Meskipun putusan ini menunjukan bahwa pelaku AFP telah dihukum secara pidana, perlindungan terhadap hak cipta dan upaya ganti rugi secara perdata tetap penting untuk menjaga industry perfilman di Indonesia serta menjaga hak ekonomi individu dan rumah produksi film.

            Aditya Fernando Phahsyah melakukan pembajakan film keluarga cemara yang mengakibatkan kerugian terhadap PT Visinema Picture. AFP dijatuhi hukuman 14 bulan penjara dan denda 500jt setelah terbukti melakukan pelanggaran mengunggah film ke situs illegal Duniafilm21. Tidak hanya merugikan hak cipta tetapi juga merugikan materil.

            PT Visinema Picture menunjukan langkah awal yang baik dalam melakukan proses hukum terhadap pelaku untuk melawan pembajakan film yang masih sering dilakukan. Dalam kasus ini penulis mengharapkan kesadaran masyarakat bahwa mengunggah film di situs illegal dapat terjera hukuman serta tidak menjaga hak intelektual seseorang atau aktor. Perlu adanya antisipasi pemerintah untuk menghadapi perkembangan teknologi di era digital dengan maraknya situs illegal tersebar secara luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *