Davina Herawaty
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Pamulang
Kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan dokter PPDS anestesi Universitas Padjadjaran, Priguna Anugrah Pratama, terjadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Hendra Rochmawan, menuturkan dugaan pemerkosaan yang menimpa korban FA terjadi pada 18 Maret sekitar pukul 01:00 WIB. Ketika itu korban disebut sedang menjaga ayahnya yang menjadi pasien di sana. Ia kemudian diminta oleh tersangka untuk pemeriksaan crossmatch atau kecocokan jenis golongan darah yang akan ditransfusikan kepada penerima. Sebab kala itu, ayah korban yang sedang dirawat disebut membutuhkan donor darah.
Korban pun dibawa ke ruang IGD di gedung MCHC lantai 7. Setelah berada di lantai 7, korban diminta untuk berganti pakaian dan mengenakan baju operasi. Selanjutnya, tersangka membius korban dengan midazolam obat penenang yang biasa digunakan sebelum tindakan operasi yang disuntikkan melalui cairan infus sehingga tak sadarkan diri.
Pada saat itulah, tersangka leluasa memerkosa korban. Sekitar pukul 04:00 WIB, korban tersadar dan kembali ke IGD. Tapi saat hendak buang air kecil, korban merasakan sakit pada kelaminnya. Korban pun menceritakan tindakan yang dilakukan tersangka kepada ibunya. Keluarga korban merasa ada kejanggalan dari rasa sakit korban dan akhirnya melaporkan apa yang menimpa anaknya ke kepolisian.
Setelah dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan, polisi menangkap pelaku pada 23 Maret 2025. Dalam pemeriksaan terbaru, diketahui Priguna tidak hanya memerkosa sekali, tapi sudah dua kali melakukan perbuatan yang sama pada korban berbeda yakni pada 10 dan 16 Maret 2025.Kedua korbannya merupakan pasien di RSHS.
Saat ini Polisi telah memeriksa 11 saksi dan mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk peralatan medis, obat-obatan seperti Propofol, Midazolam, Fentanyl, rekaman CCTV, pakaian korban, dan satu buah kondom. Polisi juga mengatakan tersangka bakal diperiksa kejiwaannya lantaran ada indikasi kelainan seksual dan fantasi berhubungan badan dengan orang yang pingsan. Dan atas perbuatannya Tersangka dijerat dengan Pasal 6C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
Kekerasan Seksual dapat diartikan sebagai setiap tindakan seksual yang dilakukan tanpa adanya persetujuan atau izin dari pihak yang menjadi korban. Terkait dengan kasus kekerasan seksual yang terjadi di rumah sakit, terdapat beberapa aturan hukum terkait kasus tersebut tindak pidana pemerkosaan terhadap wanita tidak berdaya dapat merujuk pada Pasal 286 KUHP dan Pasal 473 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 286 berbunyi “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun”.
Sedangkan dalam Pasal 473 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berbunyi:
- Setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, dipidana karena perkoasan, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
- Termasuk tindak pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:
- persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah;
- persetubuhan dengan anak;
- persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; atau
- persetubuhan dengan penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dengan memberi atau menjanjikan uang atau Barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan menggerakkannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan dengannya, padahal tentang keadaan disabilitas itu diketahui.
Selain Pasal 286 KUHP dan Pasal 473 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menurut penulis,seorang dokter yang melakukan pemerkosaan terhadap keluarga pasien dapat dijerat dengan ketentuan Pasal 6 huruf C Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang menyatakan bahwa dipidana karena pelecehan seksual fisik setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta. Pidana tersebut dapat ditambahkan sesuai dengan pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bahwa apabila tindak kekerasan seksual dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga Kesehatan sanksi pidananya ditambah 1/3.
Menurut penulis, bentuk kekerasan seksual yang terjadi di rumah sakit sudah melanggar aturan hukum di Indonesia, selain itu Tindakan tersebut sudah melanggar aturan kode etik profesi dokter. Kejadian ini bukan hanya sekali dua kali terjadi yang mana telah mencoreng dunia kedokteran dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap tenaga medis serta rumah sakit. Terjadinya kasus ini juga disebabkan oleh kurangnya pengawasan dari beberapa pihak, maka dari itu untuk mencegah hal-hal ini terjadi di kemudian hari pengawasan terhadap dokter dan rumah sakit harus di perketat. Pemerintah dalam hal ini harus tindakan tegas penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual agar kejadian ini tidak terulang Kembali dan pelaku kekerasan seksual merasa jera terhadap apa yang telah di lakukannya.