Peran Hukum, Sekolah, dan Masyarakat dalam Melindungi Anak dari Bullying

Yuni Warda Alwyni

Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)

Bullying atau perundungan merupakan fenomena yang seringkali dialami oleh anak-anak usia di bawah umur, terutama di lingkungan sekolah. Ini adalah praktik yang merugikan dan memiliki dampak serius terhadap individu yang menjadi korban. Bullying tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga bisa bersifat verbal, emosional, atau bahkan berlangsung di media sosial. Dalam masyarakat modern di mana interaksi sosial semakin terintegrasi dengan teknologi, cyberbullying juga menjadi perhatian serius. Para korban bullying sering mengalami tekanan psikologis yang parah, dan beberapa kasus bahkan dapat mengakibatkan dampak jangka panjang yang merugikan bagi kesehatan mental dan emosional mereka.

Di Indonesia, perlindungan terhadap anak-anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Undang-undang ini mengatur mengenai perlindungan anak terhadap tindakan bullying serta memberikan edukasi tentang larangan berbuat kejahatan. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan jaminan perlindungan khusus bagi anak-anak, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku dalam kasus bullying. Ini mencakup penanganan khusus untuk anak-anak yang berhadapan dengan hukum dalam konteks bullying.

UU Perlindungan Anak memberikan kerangka kerja yang jelas dalam menanggapi kasus bullying. Selain memberikan jaminan perlindungan bagi korban, undang-undang ini juga menetapkan prosedur yang harus diikuti dalam menangani anak-anak yang terlibat dalam perilaku bullying. Ini termasuk upaya untuk mengembangkan pendekatan rehabilitatif bagi pelaku bullying, yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan dan mengubah perilaku mereka ke arah yang lebih positif.

Penegakan hukum terhadap kasus bullying memainkan peran penting dalam melindungi hak-hak anak-anak. UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) memberikan kerangka kerja untuk penanganan anak-anak yang terlibat dalam tindakan bullying. Selain itu, upaya diversi juga digunakan sebagai solusi penyelesaian kasus anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Pendekatan ini bertujuan untuk menyelesaikan kasus tanpa melibatkan proses hukum formal, seringkali dengan melibatkan pendekatan rehabilitatif dan pendidikan.

Adapun terkait pasal bullying di sekolah, baik pasal bullying fisik dan pasal bullying verbal, Pasal 76C UU 35/2014 mengatur setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Peristiwa bully ini terjadi kepada siswa kelas 7 berinisial G (13) yang mengalami kekerasan secara fisik oleh temannya yang berinisial D. Singkat cerita pembullyan ini terjadi karena D mengejek kondisi G yang menggunakan alat bantu jalan karena sedang masa pemulihan kaki setelah operasi. D membully dengan mengambil alat bantu jalan dan menabrak kaki G tersebut. Akibatnya kaki G mengalami patah kembali dan harus dibawa ke rumah sakit untuk menjalani operasi.

Dari contoh kasus bullying di atas, keluarga merupakan salah satu yang memiliki peran penting dalam memberikan perlindungan bagi anak. Keluarga memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak mereka. Ini melibatkan komunikasi terbuka tentang pengalaman anak-anak di sekolah atau di lingkungan sosial mereka, serta memberikan dukungan moral dan emosional yang diperlukan bagi anak-anak yang menjadi korban bullying.

Guru dan sekolah juga memegang peran penting dalam pencegahan bullying. Mereka tidak hanya bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan tentang pentingnya menghormati perbedaan dan menghindari perilaku bullying, tetapi juga harus aktif dalam mengidentifikasi dan menangani insiden-insiden bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini meliputi pembentukan kebijakan anti-bullying yang jelas dan penegakan tegas terhadap pelanggarannya.

Seluruh masyarakat juga memiliki tanggung jawab dalam melindungi anak-anak dari bullying. Ini mencakup melakukan pengawasan yang lebih intensif terhadap pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah terkait perlindungan anak. Selain itu, masyarakat juga harus aktif dalam mendukung upaya edukasi dan kesadaran mengenai dampak negatif dari bullying, serta mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegahnya.

Dalam menghadapi masalah bullying, kolaborasi antara berbagai pihak menjadi kunci. Kolaborasi ini melibatkan kerja sama antara keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi anak-anak. Hanya dengan upaya bersama dan komitmen untuk mengutamakan kesejahteraan anak-anak, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih baik di mana bullying tidak lagi diterima.

Pencegahan tetap menjadi solusi utama dalam mengatasi masalah bullying. Melalui edukasi yang tepat, penegakan hukum yang tegas, dan pembentukan lingkungan yang inklusif dan mendukung, kita dapat mengurangi insiden-insiden bullying dan melindungi anak-anak dari dampak negatifnya. Ini bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi tanggung jawab bersama seluruh masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang aman dan adil bagi semua anak-anak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *