Herliya Ernawati
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
Program makanan gratis milik pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai berisiko memperbesar utang dalam ruang fiskal pemerintah yang saat ini sudah mendekati 38% dari porsi produk domestik bruto (PDB). Berbagai cara harus dilakukan untuk menutupi gap yang semakin terbuka lebar. Jika program ini akan tetap direalisasikan, pertanyaannya adalah, dari mana sumber pembiayaannya?. Satu-satunya cara yang mungkin akan dilakukan pemerintahan yang akan datang adalah meningkatkan ruang fiskal. Meningkatkan ruang fiskal berarti bahwa Pemerintah akan menggenjot penerimaan dari sektor pajak. Dalam beberapa kesempatan selama masa kampanye, Tim pasangan ini mewacanakan akan meningkatkan tax ratio menjadi 23% yang selama ini baru mencapai 10%.
Hal ini tentu sangat mengkwatirkan bagi masyarakat. Janji kampanye makan gratis sepertinya tidak begitu menggiurkan bagi rakyat karena hal ini dinilai tidak akan begitu berpengaruh dalam peningkatan ekonomi. Jika peningkatan tax ratio ini tidak tercapai, wacana pemenuhan penganggaran makan gratis tentu akan menyasar anggaran yang selama ini teralokasi ke berbagai bidang. Sasaran empuk yang paling memungkinkan adalah anggaran yang selama ini teralokasi untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Namun hal ini akan memunculkan risiko lain yang tidak kalah berbahayanya.
Pengalihan anggaran dari subsidi BBM akan menimbulkan risiko peningkatan inflasi. Daya beli masyarakat akan turun sementara harga dipasar akan naik. Sementara jika pengalihan anggaran dari dana BOS, hal ini juga akan kurang bijak. Dana BOS selama dianggap sangat efektif dalam menurunkan putus sekolah. Pendidikan merupakan penopang bagi masyarakat dan untuk kemajuan bangsa. Selain itu target program pemerintah di bidang pendidikan akan menurun.
Program makan gratis yang dicanangkan pemerintahan yang akan datang bagai makan buah simalakama. Program ini merupakan program andalan yang selalu digaungkan selama masa kampanye. Jika tidak dieksekusi, akan menjadi catatan kegagalan pemerintah. Namun jika tetap dilaksanakan, akan menimbulkan risiko yang tidak gampang. Risiko kenaikan pajak menjadi risiko yang paling ditakutkan oleh masyarakat.
Dengan keadaan perekonomian sekarang, masyarakat dituntut untuk menyisihkan lebih besar lagi penghasilkan untuk membayar pajak. Kondisi ini tentu akan semakin menggecet ekonomi lemah. UMKM dan masyarakat kecil yang sangat terdampak kenaikan pajak ini.