Yudha Surya Putra
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Pamulang
Perkembangan teknologi dalam dunia bisnis nasional maupun internasional tentu menyebabkan meningkatnya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut PKPU) dan Kepailitan. Salah satu instrumen yang diperkenalkan untuk mengatasi keadaan kebangkrutan adalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan suatu istilah yang selalu dikaitkan dengan masalah kepailitan. Istilah penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pada umumnya sering dihubungkan dengan masalah insolvensi atau keadaan tidak mampu membayar dari debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Terdapat beberapa/berbagai faktor yang dapat melatarbelakangi mengapa Kreditor mengajukan PKPU, diantaranya yaitu: upaya mencegah kepailitan, debitor tetap dapat melangsungkan kegiatan usaha, dan PKPU mempunyai manfaat waktu, ekonomis, dan manfaat yuridis.
Didalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang upaya perdamaian tersebut diatur pada Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4443). Dalam undang-undang kepailitan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU sebagaimana diatur dalam Bab III yang terdiri dari dua bagian, yakni:
- Bagian kesatu tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Akibatnya (Pasal 222 – Pasal 264).
- Bagian kedua tentang Perdamaian (Pasal 265- Pasal 294).
Menurut Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dimana jika sebuah perusahaan dinyatakan pailit maka perusahaan tersebut kehilangan hak untuk mengurus harta benda kepemilikan perusahaan tersebut. Hal tersebut tentu berdampak kepada pengurusan perusahaan seperti arus keuangan perusahaan, valuasi harga perusahaan, dan juga kepentingan stakeholder. Oleh karena itu, penting bagi Debitor maupun Kreditor untuk memahami langkah-langkah pengajuan PKPU. Bagi Debitor, pengetahuan ini dapat menjadi kunci untuk menghindari kepailitan. Pemahaman ini juga dapat menjadi pertimbangan bagi Kreditor yang hendak mengajukan PKPU terhadap Debitor yang diperkirakan tidak mampu melanjutkan pembayaran utang mereka untuk mengajukan PKPU terhadap Debitor yang diperkirakan tidak mampu melanjutkan pembayaran utang.
Dalam upaya perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, debitor berhak untuk menawarkan perdamaian kepada semua kreditor secara bersama. Perdamaian ini akan terjadi dengan melalui proses perundingan dalam rapat antara debitor dan para kreditor untuk menentukan pembayaran utangnya. Untuk dapat diterima, perdamaian ini harus memenuhi ketentuan yang ada pada Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yaitu :
- Persetujuan lebih dari ½ (setengah) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui dan mereka hadir pada rapat kreditor dimana kreditor yang yang hadir itu telah mewakili minimal 2/3 bagian dari seluruh utang yang diakui.
- Adanya persetujuan dari ½ jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 dari seluruh tagihan kreditor.
Ketika rencana perdamaian itu disahkan maka demi hukum para kreditor yang sebelumnya menolak, atau tidak hadir pada saat perundingan perdamaian dan pemungutan suara masih dapat melakukan upaya keberatan terhadap rencana perdamaian yang dibuat.Bila tidak ada upaya keberatan dari pihak kreditor, maka perdamaian yang telah disahkan telah berlaku bagi semua kreditor. Bila penetapan perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dinyatakan berakhir, selanjutnya debitor tinggal menjalankan isi yang ada pada penetapan perdamaian yang telah dibuat bersama para kreditor.
Jadi perdamaian dalam kerangka Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang jelas sangat bermanfaat, karena perdamaian yang dilakukan melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang akan mengikat kreditor lain diluar Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sehingga debitor dapat melanjutkan restrukturisasi usahanya, tanpa takut dicampuri oleh tagihan-tagihan kreditor-kreditor yang berada diluar Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain itu Kreditor juga seharusnya terjamin melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, karena apabila terjadi pelanggaran terhadap perjanjian perdamaian tersebut, maka kreditor dapat mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian kepada Pengadilan Niaga, dan debitor akan otomatis dinyatakan pailit.
Dengan demikian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 telah mengatur syarat, tata cara, dan proses pengajuan PKPU hingga persidangan PKPU di dalam Pengadilan Niaga. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 juga mengatur bahwa PKPU memiliki 2 (dua) proses utama yang harus dilalui, yaitu Penundaan Sementara Kewajiban Pembayaran Utang dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Secara Tetap Kedua prosedur pengajuan permohonan PKPU tersebut harus dilakukan dengan cepat dan sederhana agar tidak menimbulkan sengketa antara Debitor dan para Kreditor.