Dede Destiyani Mardilawanti
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah lembaga perbankan. Eksistensi lembaga pembiayaan memang relatif masih baru jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional, yaitu bank. Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan menyebutkan bahwa Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. (Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan, 2009). Dari ketentuan ini, Lembaga Pembiayaan merupakan suatu badan usaha, yaitu perusahaan yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk da lam bidang usaha Lembaga Pembiayaan. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988, Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. (Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan, 1998).
Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan ba rang dan/atau jasa. (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, 2014).
Ketentuan Pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan yang dimaksud dengan Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.
Lembaga Pembiayaan membiayai transaksi antara Customer (Pemohon untuk dibiayai dengan pihak ketiga) dikaitkan dengan Jual Beli dengan adanya sepakat dan pembayaran belum mengakibatkan terjadinya peralihan hak milik sebelum dilakukan penyerahan atau levering. Untuk memberikan jaminan bahwa seorang debitur akan memenuhi prestasinya maka digunakan Jaminan Fidusia. Dalam prakteknya lembaga pembiayaan konsumen ini sangat diminati oleh para konsumen didasarkan pada alasan-alasan bahwa proses/prosedur permohonan untuk mendapatkan pembiayaan sangat mudah serta tidak diperlukan adanya jaminan barang-barang lain selain barang yang bersangkutan dijadikan obyek jaminan yang pengikatannya dilakukan secara Fidusia.
Seiring berjalannya waktu fidusia diakui berlakunya di indonesia sejak tanggal 18 agustus 1932 yang diputus oleh hoge Raad di belanda, putusan itu juga diikuti oleh indone sia dengan keputusan Hoogerechtchof (HGH) yang terkenal dengan Batafshe Petrolium Maatshappij (BPM)-Cligne Arrest.
Ciri-ciri jaminan fidusia diantaranya adalah memberikan hak kebendaan, memberikan hak didahulukan kepada kreditur, memungkinkan pemberi jaminan fidusia untuk tetap menguasai objek jaminan utang, memberikan kepastian hukum, dan mudah dieksekusi.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang dimaksud dengan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan barang tertentu dengan ketentuan bahwa barang yang hak kepemilikannya dialihkan tetap menjadi penguasaan pemilik barang. (Undang Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, 1999). Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud mau pun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepa da Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya.
Sumber yang melandasi lembaga jaminan fidusia ini adalah Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Pasal ini memberikan kebebasan pada para pihak untuk membuat perjanjian yang mereka buat, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Dari uraian tentang UU Fidusia ini yang berarti Pemberi Fidusia itu haruslah pemilik barang. Ini berarti sudah terjadi penyerahan (Levering). Padahal harga belum dibayar, harga baru akan diterima oleh Penjual setelah Pelanggan mendapat pinjaman dari Lembaga Pem biayaan. Untuk mendapat pinjaman yang bersangkutan harus menyerahkan hak kepemilikan.
- Apakah mungkin Pelanggan menyerahkan hak kepemilikan padahal Pelanggan belum jadi Pemilik ?
Dalam hal kepemilikan suatu benda dapat ditinjau melalui ketentuan mengenai jual beli. Pada Pasal 1457 KUHPerdata menyebutkan yang dimaksud dengan perjanjian jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menye rahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. (Subekti, 1980). Dalam ketentuan Pasal 1458 KUHPerdata menyebutkan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini men capai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum dis erahkan, maupun harganya belum dibayar. Selanjutnya mengenai hak milik, Pasal 1459 KUHPerdata menyebutkan bahwa Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan.
Dalam hal lembaga pembiayaan dikaitkan dengan jual beli, dengan adanya kata sepakat pembayaran belum mengakibatkan terjadinya peralihan hak milik sebelum dilakukan penyerahan (Levering). Namun dalam perkara ini perjanjian yang terjadi menggunakan ja minan fidusia. Perjanjian Jaminan Fidusia tersebut sudah terjadi antara pelanggan dan lembaga pembiayan sebelum harga dibayarkan kepada penjual oleh Lembaga Pembiayaan dan sebelum ada penyerahan barang kepada pelanggan oleh penjual. Untuk itulah Penulis ber maksud menganalisis tentang Penggunaan Jaminan Fidusia sebagai Dasar Pemberian Pin jaman Oleh Lembaga Pembiayaan.