Kenaikan Pajak Bermotor Di DKI Jakarta Dan Green Inflation: Apakah Keduanya Selaras?

Very Gustiawan

Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Sultan, menunjukkan kekhawatiran terhadap rencana kenaikan pajak bermotor di DKI Jakarta yang mungkin berdampak lebih besar pada kelas menengah ke bawah dan berpotensi memicu green inflation [1]. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana pajak DKI, yang dapat diakses secara online, berinteraksi dengan dinamika Jakarta yang lebih luas [1].

Penyesuaian tarif pajak ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh Jakarta dalam mencari keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Dampaknya terhadap masyarakat dan bagaimana hal ini sejalan dengan usaha mengatasi green inflation menjadi topik penting untuk dijelajahi [1].

Pengertian dan Aspek Green Inflation

Green inflation merujuk pada fenomena di mana fluktuasi harga barang dan jasa dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau kebijakan pro-lingkungan [2]. Berikut adalah beberapa aspek penting dari green inflation:

1.     Pengaruh Kebijakan dan Teknologi Hijau:

  • Regulasi lingkungan, preferensi konsumen, dan teknologi hijau dapat memengaruhi green inflation [2].
  • Investasi besar-besaran dalam infrastruktur dan teknologi hijau, serta peningkatan permintaan untuk produk dan layanan ramah lingkungan, merupakan pendorong utama green inflation [3].

2.     Dampak Sosial dan Ekonomi:

  • Green inflation dapat merangsang inovasi dan investasi dalam teknologi dan praktik berkelanjutan [2].
  • Namun, green inflation dapat menyebabkan disparitas sosial jika solusi terjangkau tidak dapat diakses oleh semua kelompok sosioekonomi[2].
  • Konsumen mengalami harga yang lebih tinggi untuk produk dan layanan hijau, yang dapat mengurangi daya beli dan kualitas hidup secara keseluruhan [3].

3.     Solusi dan Kebijakan:

  • Investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi hijau dapat membantu mengurangi biaya produksi [3].
  • Penerapan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat dapat membantu meredakan dampak green inflation [3].
  • Kerjasama internasional dalam pengembangan teknologi hijau dan pengelolaan sumber daya dapat mempercepat transisi ke ekonomi yang lebih hijau [3].

Green inflation menuntut perhatian terhadap keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan, menggarisbawahi pentingnya akses terhadap solusi ramah lingkungan yang terjangkau untuk semua.

Kenaikan Pajak Bermotor di DKI Jakarta

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan aturan mengenai kenaikan tarif progresif pajak kendaraan motor dan mobil kedua hingga seterusnya. Aturan kenaikan pajak progresif DKI Jakarta tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang diundangkan sejak 5 Januari 2024.

Dikutip dari laman jdih.jakarta.go.id, Senin, 15 Januari 2024, pajak progresif terbaru tertuang dalam Pasal 7 Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2024, tarif pajak kendaraan bermotor (PKB) khusus kendaraan kedua dan seterusnya naik 0,5 persen dari aturan sebelumnya.

Berikut ini adalah rincian dari kebijakan pajak bermotor baru di DKI Jakarta yang akan diberlakukan:

●      Skema Pajak Progresif:

  • Kendaraan pertama: 2% [7][8][12][15]
  • Kendaraan kedua: 3% [7][8][12][15]
  • Kendaraan ketiga: 4% [7][8][12][15]
  • Kendaraan keempat: 5% [7][8][12][15]
  • Kendaraan kelima dan seterusnya: 6% [7][8][12][15]
  • Penerapan: Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 5 Januari 2025 [7][11][12][15].
  • Khusus Kendaraan Publik dan Institusi: Tarif pajak untuk kendaraan yang digunakan untuk transportasi umum, kendaraan perusahaan, bus sekolah, ambulans, mobil pemadam kebakaran, institusi sosial dan agama, kendaraan pemerintah, dan kendaraan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah 5% [8].

Peraturan ini diharapkan dapat mengurangi jumlah kendaraan pribadi di Jakarta dan mendorong penggunaan transportasi umum, sebagai bagian dari upaya mengurangi kemacetan dan polusi [16][17][19]. Selain itu, peningkatan pendapatan dari pajak ini akan dialokasikan untuk mensubsidi transportasi umum seperti LRT dan kereta cepat [17], serta untuk meningkatkan fasilitas transportasi umum agar lebih nyaman bagi warga Jakarta [19].

Pengaruh terhadap Masyarakat dan Transportasi Umum

Dalam upaya mendorong masyarakat untuk lebih banyak menggunakan transportasi umum, Zita Anjani, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, menekankan pentingnya mengurangi penggunaan kendaraan pribadi [19]. Jakarta sendiri telah menyediakan berbagai pilihan transportasi umum seperti Transjakarta, KRL, MRT, dan LRT Jakarta, yang secara teoritis mampu mengangkut hingga 1,07 juta penumpang

setiap harinya. Namun, kapasitas penumpang yang ada saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal  [17].

  • Kapasitas dan Aksesibilitas: Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan aksesibilitas transportasi umum untuk memudahkan masyarakat dalam mengaksesnya [17].
  • Peningkatan Kualitas: Ada kebutuhan untuk meningkatkan kualitas layanan, seperti mengurangi waktu tempuh dan mempermudah pergantian moda transportasi bagi penumpang [17].
  • Proyek Pembangunan: Proyek LRT Fase 1B Velodrome-Manggarai dijadwalkan mulai dibangun pada Juli 2023, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap sistem transportasi umum di Jakarta [18].

Kenaikan pajak bermotor diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi dan mendorong penggunaan transportasi umum. Namun, tanpa peningkatan pada kapasitas dan kualitas layanan transportasi umum, upaya ini mungkin tidak akan mencapai hasil yang diharapkan.

Keselarasan dengan Upaya Mengatasi Green Inflation

Dalam konteks kenaikan pajak bermotor di DKI Jakarta dan upaya mengatasi green inflation, penting untuk mempertimbangkan dampak ekonomi dari kebijakan lingkungan seperti pajak karbon dan skema perdagangan emisi. Berikut adalah beberapa poin kunci:

1.     Dampak Ekonomi dari Pajak Karbon dan Skema Perdagangan Emisi:

  • Pajak karbon dan skema perdagangan emisi dapat meningkatkan harga barang dan jasa yang intensif karbon, mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan [20].
  • Kenaikan harga ini dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan meningkatkan biaya hidup, terutama bagi kelompok masyarakat yang lebih rentan secara ekonomi [20].

2.     Kompetisi Global dan Kebijakan Lingkungan:

  • Jika Indonesia tidak mengimplementasikan pajak karbon dan skema perdagangan emisi, industri di negara ini mungkin menjadi kurang kompetitif di pasar global karena mekanisme penyesuaian batas karbon [20].
  • Hal ini menuntut kebijakan yang seimbang, mempertimbangkan dampak ekonomi domestik sambil memastikan keberlanjutan lingkungan dan kompetisi global [20].

Pentingnya keselarasan antara kebijakan pajak bermotor di DKI Jakarta dengan upaya mengatasi green inflation terletak pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.

 

Referensi

[1]https://dpd.go.id/daftar-berita/luhut-wacanakan-kenaikan-pajak-kendaraan-bermotor- sultan-singgung-fenomena-green-inflation

[2]https://agribisnis.uma.ac.id/2024/01/23/pengertian-green-inflation-focused-economic- changes/

[10]https://regional.kontan.co.id/news/perda-baru-tarif-pajak-kendaraan-bermotor-di-dki-j akarta-naik-mulai-2025

[11]https://www.pajakku.com/read/1da0002e-e7bb-4807-b1a8-c648674c1182/Tarif-Pajak-Kendaraan-Bermotor-DKI-Jakarta-Terbaru-Berlaku-Mulai-Tahun-2025

[12]https://otomotif.solopos.com/apa-itu-pajak-progresif-yang-akan-naik-di-dki-jakarta-18 42600

[13]https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20240126190214-579-1054937/tarif-pajak-b ahan-bakar-kendaraan-jakarta-naik-jadi-10-persen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *