Sengketa Harta Warisan Keluarga Pendiri Sinar Mas Eka Tjipta Widjaja Terhadap Ketentuan Hukum Waris Barat

Ananda Sisca Putri

Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Sistem hukum waris dari segi kekeluargaan meliputi sistem kewarisan dan wujud dari barang warisan tersebut. Sistem kekeluargaan dalam waris perdata adalah sistem kekeluargaan bilateral dan parental yaitu sistem yang menarik garis keturunan dari pihak ayah maupun ibu. Sistem kewarisan yang diatur didalam hukum waris perdata adalah sistem individual, yang dimana ahli waris mewarisi secara individual dan ahli waris tidak dibedakan baik laki-laki maupun perempuan serta memliki hak mewarisi yang sama. Yang membedakan dalam hukum waris perdata adalah ahli waris secara langsung dan ahli waris dengan cara mengganti. Ahli waris secara langsung adalah ahli waris yang memperoleh warisan karena kedudukannya sendiri dan bertindak atas dirinya sendiri sedangkan ahli waris pengganti adalah ahli waris yang memperoleh warisan bukan berdasarkan kedudukannya sendiri, melainkan karena adanya penggantian dalam derajat dan segala hak orang yang digantikan. Dalam hukum waris perdata barat yang dapat menjadi ahli waris pengganti adalah mereka yang mempunyai hubungan hukum sebagai keturunan yang sah dari ahli waris yang digantikan.

Dalam kasus ini, salah satu anak pendiri Sinar Mas Eka Tjipta Widjaja yaitu Freddy Widjaja menuturkan sengketa warisan ini diawali setelah pemakaman ayahnya pada tanggal 26 Januari 2019 lalu. Saat itu Freddy Widjaja mendapat panggilan terkait pembagian warisan dengan akta wasiat No. 26 Tahun 2008. Surat wasiat yang ditulis oleh Eka Tjipta Widjaja sejak April 2008 didalam akta tersebut Freddy Widjaja mendapatkan bagian uang sebesar Rp. 1 miliar sedangkan anak yang lainnya mendapatkan jumlah uang yang bervariasi ada yang Rp 2 miliar dan Rp 1 miliar. Total warisan yang dibagikan Rp. 76 miliar untuk 34 penerima yang tertera didalam daftar surat wasiat. Sementara itu, bila ada sisa uang maka diserahkan kepada 5 saudaranya yaitu Teguh Ganda Widjaja, Indra Widjaja, Muktar Widjaja, Djafar Widjaja dan Franky Oesman Widjaja. Disini Freddy Widjaja merasa pembagian warisan tidak adil, karena sisa uang yang diserahkan kepada 5 saudaranya tidak dirincikan. Lalu pada hari senin Agustus 2020, Freddy Widjaja mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengenai pembagian warisan ini dengan nomer perkara 637/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL.

Dasar hukum pemberlakuan hukum waris barat adalah Bugerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Hukum waris perdata diatur dalam Pasal 830 KUHPer sampai dengan Pasal 1130 KUHPer.

Dalam Pasal 833 KUHPer menyatakan bahwa “Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal. Bila ada perselisihan tentang siapa yang berhak mejadi ahli waris, dan dengan  demikian berhak memperoleh hak milik seperti tersebut diatas, maka Hakim dapat memerintahkan agar semua harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu dalam penyimpanan Pengadilan. Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh Hakim, dan berkewajiban untuk memerintahkan penyegelan harta peninggalan itu, dan memerintahkan perbuatan perincian harta itu, dalam bentuk yang ditetapkan unruk penerimaan warisan dengan hak istimewa akan pemerincian harta, dengan ancaman untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga.”

Dalam Pasal 834 KUHPer menyatakan bahwa “Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya. Dia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila la adalah satu-satunya ahli waris, atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain. Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apa pun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, pendapatan dan ganti rugi, menurut peraturan-peraturan yang termaktub dalam Bab Ill buku ini mengenai penuntutan kembali hak milik.”

Dalam Pasal 913 KUHPer menyatakan bahwa “Legitime portie atau bagian warisan menurut undang-undang ialah bagian dan harta benda yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu, baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup, maupun sebagai wasiat.”

Menurut pendapat saya, pembagian waris berdasarkan ketentuan hukum waris barat atau Bugerlijk Wetboek (BW) tidak adil karena dalam surat wasiat yang ditulis oleh Eka Tjipta Widjaja, Freddy Widjaja mendapatkan bagian uang sebesar Rp. 1 miliar sedangkan anak yang lainnya mendapatkan jumlah uang yang bervariasi ada yang Rp 2 miliar dan Rp 1 miliar. Total warisan yang dibagikan Rp. 76 miliar untuk 34 penerima yang tertera didalam daftar surat wasiat. Sementara itu, bila ada sisa uang maka diserahkan kepada 5 saudaranya yaitu Teguh Ganda Widjaja, Indra Widjaja, Muktar Widjaja, Djafar Widjaja dan Franky Oesman Widjaja. Namun sisa uang yang diserahkan kepada 5 saudaranya tidak dirincikan. Freddy Widjaja menilai, wasiat tersebut menyebabkan tertutupnya hak dirinya sebagai ahli waris yang tertuang dalam Pasal 913 KUHPer dan dilindungi dalam hukum. Pasal itu menentukan, bahwa legitime portie atau bagian warisan menurut undang-undang adalah suatu bagian dari harta benda yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu, baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup maupun sebagai wasiat. Freddy Widjaja menginginkan pembagian harta warisan sesuai dengan yang diatur dalam KUHPer tentang hak waris.

Hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi sengketa ini adalah dengan cara Hakim memerintahkan agar semua harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu dalam penyimpanan Pengadilan. Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh Hakim, dan berkewajiban untuk memerintahkan penyegelan harta peninggalan itu, dan memerintahkan perbuatan perincian harta itu, dalam bentuk yang ditetapkan unruk penerimaan warisan dengan hak istimewa akan pemerincian harta, dengan ancaman untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga yang tertuang dalam Pasal 833 KUHPer.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *