DILEMA: Haruskah Judi Online Kena Pajak

Oktavianus Gulo

Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat total perputaran uang dari judi online sepanjang 2023 mencapai Rp 327 triliun.  Transaksi ini dilakukan oleh 3,29 juta pemain judi online di antaranya dilakukan dengan menyetorkan deposit ke situs judi online dengan total nilai Rp 34,52 triliun. Akumulasi perputaran uang selama 2023 terkait judi online itu pun sebesar 63% dari total perputaran uang yang PPATK catat sejak 2017 hingga 2023 sebesar Rp 517 triliun.Jumlah perputaran uang di judi online tentu sangat menggiurkan bagi potensi pajak yang dapat menjadi setoran ke negara.

Berkaca kepada transaksi kripto sebagai salah satu transaksi elektronik, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor /PMK.03/2022 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Hal ini diatur dalam Peraturan Bappebti No 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto. Sebagai komiditas, perdagangan atau transaksi aset cryptocurrency hanya dapat dilakukan melalui perusahaan penyedia platform aset kripto yang terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) di bawah naungan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Melalui UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pemerintah menetapkan aset kripto menjadi objek pajak dan dikenakan pajak PPN dan PPh. Hal ini tertuang dalam peraturan pelaksananya UU PPh melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), negara telah mengumpulkan penerimaan sebesar Rp539,7 miliar dari pajak kripto. Jumlah itu dikumpulkan dari 2022 sampai Februari 2024.

Melihat potensi pajak dari transaksi kripto, akan membuka celah penerapan pajak pada judi online. Besaran penghasilan pajak dari judi online tentu akan berdampak pada penerimaan negara dengan pajak, walaupun jumlahnya tidak akan berdampak yang signifikan terhadap penghasilan negara dari sektor pajak.

Walaupun ada potensi penghasilan pajak dari judi online, hal ini tidak akan mudah dilaksanakan. Indonesia sangat tidak mungkin untuk mengimplementasikan hal tersebut mengingat ada Undang-Undang (UU) yang melarang. Di Indonesia, perjudian telah dilarang dalam Pasal 27 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pihak yang secara sengaja mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya judi online, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Selain itu, Pasal 303 KUHP mengenakan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda pidana paling banyak Rp 10 juta bagi para pemain judi.

Berbeda dengan Indonesia, di negara lain seperti Thailand memang judi online bersifat legal pajak judi onlineakan berantakan. Jika judi menjadi legal dengan merevisi UU yang melarangnya, barulah kebijakan fiskal dapat digunakan. 

Keuntungan lain dengan legalisasi judi di Indonesia, akan ada cukai atas jasajudi online akan mengurangi minat orang berjudi. Dengan harga maka semakin tinggi harganya, yang berjudi juga semakin berkurang.Praktek legalisasi judi di negara tetangga Thailand terbukti mengurangi minat praktek judi online karena akan mengurangi praktek backing di belakang layar.

Pertambahan penghasilan sektor pajak dan dapat mengontrol mengurangi minat bermain judi online, ini menjadi salah tujuan kita bukan?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *