Meningkatnya Kasus Perceraian Di Dominasi Oleh Wanita Yang Siap “Menjanda”

Dwi Putri Haifah

Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)

Percerain di indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Peraturan dan undang-undang mengakomodir hak cerai istri yang sejalan dengan hukum islam. Alasan cerai termasuk ketidak harmonisan, ketidak mengertian suami akan hak-hak istri, penganiayaan, krisis akhlak, gangguan pihak ketiga, dan poligami tidak sehat. Faktor ini disebabkan oleh pemahaman perempuan yang semakin baik tentang hak-hak mereka dalam rumah tangga serta perkembangan zaman yang membuat istri memiliki keberanian untuk memperjuangkan hak di dalam pernikahan yang tidak lagi bisa dipertahankan.

Perkara perceraian yang diajukan istri semakin marak dengan jumlah kasus perceraian yang meningkat signifikan di pengadilan agama. Pada tahun 2022 jumlah kasus perceraian berdasarkan jenisnya 75,21 % perkara yang diajukan oleh istri atau kuasanya yang sah sedangkan perkara perceraian yang diajukan suami sebanyak 24,78 % laporan badan pusat statistik menunjukan peningkatan kasus perceraian selama enam bulan terakhir pada tahun 2022. Perceraian harus dipahami bahwa dapat menebar benih luka dalam kehidupan rumah tangga baik kepada suami ataupun istri, hal ini berdampak berbeda-beda secara fisik, biologis, dan psikologis keduanya.

Di sisi lain terdapat fakta bahwa istri menggugat cerai ketika suami melakukan kekerasan, tetapi sayangnya beberapa menggugat perceraian dikarenakan kesalah pahaman atau kegagalan adaptasi pernikahan. Dalam peraturan pemerintah republic indonesia nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang n0mor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 9 menyebutkan perceraian dapat terjadi karena beberapa alasan berikut:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;

f. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Memaksakan diri di dalam hubungan pernikahan yang sudah tidak bisa lagi nyaman untuk dijalani membuat keduanya saling memberikan luka satu sama lain, dampaknya pun dirasakan oleh anak. Perbedaan pola pikir keduanya pun kerap menjadi asal mula pertengkaran yang terjadi, dengan menikah keduanya terbuka satu sama lain atas sikap baik dan buruk di sisi lain kurangnya kompromi antara suami dan istri yang kerap membuat pertengkaran berujung pada perceraian. Permasalah pun kerap disebabkan karena alasan lain seperti sexs, kesenjangan pendapatan, perbedaan pekerjaan dan hal lainnya yang bisa membuat keduanya bertengkar hebat. Dalam pertengkaran yang tidak terkendali bisa terjadi kemungkinan untuk adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh salah satu pihak hingga pihak lainnya memilih berpisah/cerai.

Berdasarkan badan puat statistic (bps) menunjukan terdapat 463.654 kasus perceraian di indonesia pada tahun 2023, jumlah tersebut menurun 10,2% dibandingkan tahun 2022 dengan jumlah mencapai 516.334 kasus perceraian yang didominasi oleh cerai gugat yang diajukan oleh pihak istri yang telah diputuskan oleh pengadilan. Menurunnya kasus perceraian pada tahun 2023 berkaitan dengan kesadaran anak muda untuk tidak mengambil keputusan menikah secara terburu-buru, hal ini berdampak baik untuk kehidupan kedua belah pihak, baik laki-laki maupun perempuan. Kedua belah pihak harus menyadari penuh bahwa pernikahan adalah keputusan besar dan sakrat dalam kehidupan. Kedua belah pihak baik perempuan maupun laki-laki harus sudah dalam keadaan siap secara mental, financial dan hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan agar ketika di dalam pernikahan keduanya bisa saling dewasa menghadapi dinamika pernikahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *