Amelia Putri Octaviana
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
Kasus posisi :
Perselisihan antara Shandy Purnamasari (pemilik MS glow) dan putra Siregar (Pemilik PS glow) dimulai karena dugaan kesamaan merek antara PS glow dan MS glow, keduanya bergerak dalam industri produk kecantikan. Shandy Purnamasari mengklaim bahwa putra Siregar telah menjiplak merk MS glow yang telah didaftarkan sejak tahun 2016, sementara merk PS glow baru didaftarkan pada tahun 2021.
MS glow yang dimulai sejak tahun 2013 dan terdaftar di departemen hak kekayaan intelektual pada tahun 2016 mengklaim bahwa mereka pertama kali menggunakan dan mendaftarkan merek tersebut. Sebagai respon terhadap gugatan shandy Purnamasari, putra Siregar mengambil langkah hukum dengan menggugatnya ke pengadilan negeri niaga Surabaya.
Di dalam gugatannya, putra Siregar mengklaim bahwa sandi bertindak tanpa menggunakan kewenangan atau melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Perselisihan ini tidak hanya melibatkan merek dagang tetapi juga membawa konsekuensi finansial yang signifikan. Shandy Purnamasari meminta putra Siregar membayar kompensasi sekitar Rp. 60.000.000.000.00,- (enam puluh miliar rupiah).
Analisis yuridis
Sengketa merek dagang antara MS Glow dan PS Glow ini terkait hak merek yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam kasus ini, MS Glow sebagai pihak penggugat merasa PS Glow meniru merek mereka. Pengadilan memutuskan bahwa MS Glow adalah pemilik sah merek tersebut, berdasarkan bukti dan aturan yang ada, termasuk Pasal 1865 KUHPerdata yang mewajibkan kedua belah pihak menyajikan bukti yang kuat.
PS Glow dianggap meniru MS Glow karena kemiripan pada nama “Glow” dan desain kemasan. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
- Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
- Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
- Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
- Indikasi Geografis terdaftar.
Merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar lain harus ditolak. Hakim memutuskan PS Glow mendaftarkan merek dengan itikad buruk, terbukti dari kemiripan yang disengaja untuk meniru MS Glow. Pasal 83 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2016 menjadi tolak ukur dalam situasi sengketa yang berkembang antara MS Glow dan PS Glow. Pasal 83 ayat (1) yang berbunyi :
”Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa:
- gugatan ganti dan/atau
- penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut”
Pelanggaran Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Akibatnya, merek PS Glow dibatalkan, dan pihak PS Glow dihukum untuk membayar biaya perkara.
Maka dari itu penulis memberikan Saran Sebelum memulai bisnis, sebaiknya melakukan riset agar tidak ada kesamaan dengan produk yang sudah ada. Ini penting untuk menghindari masalah sengketa seperti ini. Selain itu, daftarkan merek dagang agar dilindungi hukum sesuai UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Opini
Menurut Saya Dalam kasus ini, PS Glow dinyatakan menggunakan produk MS Glow tanpa izin yang sah. Pemilik PS Glow, Putra Siregar, menggugat enam pihak terkait merek MS Glow, termasuk Gilang Widya Permana (Juragan 99) dan istrinya, Shandy Purnamasari, dengan nilai gugatan Rp360 miliar. Namun, hakim hanya mengabulkan sebagian tuntutan dan memutuskan PS Glow harus membayar Rp37,9 miliar. Gugatan ini diproses di Pengadilan Niaga Surabaya, di mana hakim memutuskan bahwa MS Glow memiliki hak eksklusif untuk merek dagang kosmetik di kelas 3, dan PS Glow dikenakan ganti rugi.
Sengketa ini muncul karena penggunaan merek tanpa izin. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk mendaftarkan merek dagang mereka ke DJKI agar terlindungi secara hukum.
Sumber :