RUU Perampasan Aset : Revolusi Penegakan Hukum Melalui Pemulihan Aset yang di Salah Gunakan

Rafi Zardah

Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)

Belakangan ini, meningkatnya kasus kekayaan yang tidak lazim oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan keluarganya telah menjadi perhatian penting bagi masyarakat dan pemerintah. Hal ini menjadikan pembahasan RUU Perampasan Aset menjadi suatu kebutuhan mendesak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memperkuat urgensi ini dengan mengungkapkan ketidakjujuraan ASN dalam melaporkan kekayaannya melalui Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Menyikapi hal ini, Presiden Joko Widodo telah mengirim Surat Presiden Nomor R22/Pres/05/2023 dan naskah RUU Perampasan Aset kepada Ketua DPR RI dengan pesan agar pembahasan dan instruksi ini menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, diharapkan RUU Perampasan Aset dapat menjadi solusi yang menjadi dasar hukum yang dapat dijalankan tanpa harus menunggu selesainya proses hukum yang berjalan.

Secara sederhana, RUU Perampasan Aset bertujuan untuk menghadirkan cara untuk dapat mengembalikan kerugian negara (recovery asset) sehingga kerugian yang diderita oleh negara tidak signifikan. RUU ini telah melewati perjalanan yang cukup panjang sejak awal tahun 2010. Pada periode Prolegnas 2015-2019, RUU ini termasuk dalam program legislasi nasional, namun tidak pernah dibahas karena tidak masuk dalam daftar prioritas RUU. Kemudian, pada periode Prolegnas 2020-2024, RUU Perampasan Aset kembali dimasukkan dan Pemerintah mengusulkan agar RUU ini dimasukkan dalam Prolegnas 2020, sayangnya usulan tersebut tidak disetujui oleh DPR RI. Pada tahun 2023, pemerintah dan DPR RI mencapai kesepakatan untuk memasukkan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas 2023, terjadinya kendala pelaksanaan perampasan aset sendiri tidak lepas dari dua hal penting, kurangnya politik hukum negara dan eksistensi aset yang berada di luar negeri.

Menurut pendapat saya, RUU Perampasan Aset merupakan langkah revolusioner dalam penegakan hukum yang bertujuan untuk meningkatkan upaya pemulihan aset yang disalahgunakan dalam kasus tindak pidana, seperti korupsi, pencucian uang, dan kejahatan terorganisir. Dengan adanya RUU ini, pemerintah dapat melakukan penyitaan aset-aset yang diperoleh secara tidak sah tanpa harus menunggu putusan pengadilan pidana. Hal ini akan mempercepat proses pemulihan kerugian negara dan masyarakat serta mengurangi celah hukum yang sering dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk menyembunyikan atau memindahkan aset mereka. Kesimpulannya, RUU ini berpotensi memperkuat upaya pemberantasan kejahatan keuangan dan mengembalikan aset negara secara lebih efektif dan cepat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *