Devina Putri Djaya
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
Kronologi
Pada bulan April 2009, Siti Chomsatun menjadi pasien di Rumah Sakit Kramat 128 karena mengalami penyakit berupa pembengkakan kelenjar tiroid (gondok). Dan pada tanggal 13 April 2009, Siti menjalani Operasi Tiroidektomi (Pengangkatan Tiroid) di Rumah Sakit tersebut dengan dr. Taslim Mansur Sp.B (Onk) salah satu dokter spesialis pada Rumah Sakit Kramat 128 sebagai dokter yang bertugas melakukan operasi. Pada tanggal 14 Februari Siti mengalami sesak nafas hingga tidak bisa tidur semalaman, keesokan harinya, yakni 15 Februari 2010, kondisi Siti semakin memburuk hingga keluarga memutuskan untuk membawanya ke RS Kramat 128.
Dokter lain dari RS Kramat 128, dr. Fauzan datang melihat kondisi Siti Chomsatun, pada 16 Februari Pukul 10.30 WIB. Hasil diagnosa dr. Fauzan, Sp. T.H.T., menyatakan bahwa Siti Chomsatun harus segera dibuatkan lubang di leher untuk jalan pernafasan (tracheostomy). dr. Fauzan menjelaskan bahwa hal ini harus dilakukan karena Siti Chomsatun menderita lumpuh pita suara (parese abductor bilateral) yang disebabkan cidera syaraf di sekitar pita suara akibat operasi tiroidektomi pada Maret 2009 silam. Selain itu, dr. Fauzan juga mendiagnosa bahwa Siti Chomsatun mengalami sesak nafas Grade II. dr. Fauzan kemudian merujuk Siti Chomsatun ke Poliklinik Laring Faring Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Sampai di Poliklinik THT Laring Faring RSCM, Siti Chomsatun ditolak karena Ia tiba sudah melalui jam pendaftaran yang ditentukan oleh RSCM. Di RSCM itu pula, Siti Chomsatun mengalami hilang kesadaran hingga akhirnya Ia dilarikan ke IGD RSCM. Sekitar pukul 15.34 WIB Siti Chomsatun akhirnya mendapatkan pelayanan medis di ruang resusitasi IGD RSCM oleh dr. Fauziah Fardizza. Operasi tracheostomi pun segera dilakukan karena sesak nafas yang diderita Siti Chomsatun sudah mencapai grade IV sehingga Siti tidak sadarkan diri.
Analisis Masalah
Menurut Analisa Beliau, Siti Chomsatun dapat mengadukan 2 orang tenaga kesehatan RS Kramat 128, yaitu dr. Tantiyo Setiyowati dan dr. Fredy Melke Komalig., M.K.M. telah melanggar disiplin kedokteran karena “tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang dapat membahayakan pasien”. Hal tersebut merujuk pada Pasal 3 ayat (2) huruf f Perkonsil 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi dengan rincian tindakan sebagai berikut:
- Tantoyo Setiyowati M.H., Kes. memberikan kortikosteroidpada pasien sesak nafas yang disebabkan oleh kelumpuhan pita suara. Dalam putusan MKDKI a quo, diketahui bahwa pemberian kortikosteroid tidak lazim diberikan pada pasien sesak nafas yang disebabkan oleh kelumpuhan pita suara. Dimana seharusnya penanganan terhadap Siti Chomsatun adalah melakukan tindakan observasi ketat.
- Fredy Melke Komalig., M.K.M. telah menulis resep untuk obat antihipertensi (capritopril) diatas kertas resep yang bukan miliknya sendiri.
Melihat kasus yang ada, yang pemberian kortikosteroid (obat anti inflamasi) oleh dr. T pada korban Ny. S, dan pemberian stesolid (diazepam) kepada pasien yang mengeluh sesak nafas dapat meningkatkan keluhan. Pemberian diazepam telah terbukti menekan pernapasan sentral dan respons kemoreseptor terhadap hiperkapnea Diazepam juga menurunkan kualitas tidur, yang dapat memperpanjang durasi hipoventilasi (Nicholas, T Vozoris. 2014). Pengobatan tersebut tidak mempertimbangkan riwayat penyakit dahulu dan tanpa pemeriksaan secara menyeluruh untuk mencari tahu penyebab dari sesak nafas pada pasien.
Pencermatan nilai/norma etika yang dilanggar:
- Pasal 3 ayat (2) huruf (f) Perkonsil 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi: “Tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang dapat membahayakan pasien”.
- Pada pasal 359 dan pasal 360 KUHP Praktik Kedokteran “Kesalahan dalam penulisan resep yang menimbulkan kerugian bagi pasien berupa kecacatan atau kematian” dapat dikenakan sanksi pidana (Paranadipa, M. 2019). Dr. F telah menulis resep untuk obat antihipertensi (captopril) pada kertas resep yang bukan miliknya sendiri. Tidak melakukan kesalahan pencatatan dan penulisan resep yang baik mempengaruhi tercapainya pengobatan terhadap pasien.
Kasus yang melibatkan Rumah Sakit Kramat 128 dan Siti Chomsatun sebagai korban malpraktik menyoroti kompleksitas pertanggungjawaban hukum yang harus ditanggung ole rumah sakit dalam situasi semacam ini. Pertama-tama, rumah sakit memiliki kewajiban untuk menyediakan standar pelayanan medis yang memadai sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Hal in termasuk memastikan bahwa dokter dan staf medis memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai untuk melakukan tindakan medis yang diperlukan. Jika rumah sakit gagal memenuhi kewajiban ini dan terjadi malpraktik, maka rumah sakit dapat dianggap bertanggung jawab secara hukum atas tindakan tersebut.!!
Kedua, dalam kasus malpraktik yang melibatkan Siti Chomsatun, rumah sakit juga dapat dituntut atas dasar tanggung jawab pengawasan (supervisory liability). Ini berati rumah sakit bertanggung jawab untuk memastkan bahwa dokter dan staf medisnya bekerja sesuai dengan standar yang dietapkan dan untuk mengawasi praktik medis mereka. Jika rumah sakit gagal mengawasi praktik medis yang dilkukan oleh dokter atau stafnya, dan malraktik teriadi sebagai akibatnya, maka rumah sakit dapat dianggap secara hukum turut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul Selain itu, dalam hal malpraktik, rumah sakit juga dapat dikenakan tanggung jawab atas dasar kebijakan (policy-based liability). Ini berarti bahwa rumah sakit dapat dianggap bertanggung jawab jika kebijakan atau prosedur yang ditetapkan oleh rumah sakit tersebut berkontribusi pada terjadinya malpraktik. Misalnya, jika kebijakan rumah sakit mengenai administrasi bat tidak memadai dan hal ini menyebabkan kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien, maka rumah sakit dapat dianggap bertanggung jawab atas malpraktik tersebut. 12
Dalam hal tanggungjawab rumah sakit dalam hukum perdata, rumah sakit sebagai badan hukum bertanggungjawab sebagai suatu entity (korporasi) dan juga bertanggungjawab atas tindakan orang-orang yang bekerja didalamnya (Vicarious Liability) sebagaimana di atur dalam pasal 1365-1367 KUHPerdata. 3 Tanggungjawab ini tidak hanva untuk medical/professional liability, melinkan juga untuk public liability-nya. Selain berdasarkan bunyi Pasal 190 Undang-UndangNomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang berbunyi:
“Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenagakesehatan yang melakukan praktik ataupekerjaan pada fasilitas pelayanankesehatan yang dengan sengaja tidakmemberikan pertolongan pertama terhadappasien vang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana denganpidana penjara paling lama 2 (dua) tahundan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Namun demikian, dalam menghadapi tuntutan hukum terkait malpraktk, rumah sakit juga memiliki hak untuk membela diri dan membuktikan bahwa mereka telah memenuhi standar pelayanan medis yang sesai dan telh mengambil langkah-langkah yang wajar untuk mencegah terjadinya malpraktik. Secara keseluruhan, dalam perspektif hukum positif di Indonesia, Rumah Sakit Kramat 128 memiliki tanggung jawab yang signifikan terhadap Siti Chomsatun atas malpraktik yang dikkukan oleh dokter atau staf medisnya.
Pertanggungjawaban ini dapat meliputi kewajiban untuk menyediakan standar pelayanan medis yang memadai, kewajiban pengawasan terhadap praktik medis dokter dan staf medisnya, serta kewajiban untuk memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai untuk mencegah terjadinya malpraktik.
Kesimpulan
Tugas seorang tenaga kesehatan terutama dokter yaitu menaruh pelayanan secara profesional didukung juga oleh Rumah Sakit yg berperan krusial buat menaruh pelayanan kesehatan seoptimal mungkin & seefektif mungkin pada pasien yang dirawat. Namun,tak dipungkiri pada Indonesia perkara kegagalan pada menaruh pelayanan kesehatan yg mengakibatkan kerugian bagi penerima kesehatan masih terus saja terjadi. Pembelajaran yg sanggup diambil yaitu menjadi seseorang dokter & pelayanan Rumah Sakit wajib menaruh pelayanan yg kooperatif menggunakan ilmu yg sanggup dipertanggung jawabkan & mempunyai Etika, Norma, & Hukum yg dimengerti & ditaati.
Saran
- Memperhatikan komplikasi yg dimiliki sang pasien sebelum meresepkan obat.
- Memberikan terapi secara sempurna pertanda & takaran pada pasien baik secara darurat juga nir.