Fadilla Zahra Mebbiani
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
Digitalisasi global membawa perekonomian dunia menuju perkembangan yang progresif lebih populer dengan istilah digital economic atau ekonomi digital. E-Commerce merupakan suatu transaksi saling tukar menukar barang atau jasa antar satu dengan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara digital. Transaksi On-line (E-commerce) merupakan suatu transaksi yang melibatkan penjual dan pembeli dalam satu media internet dan melakukan transaksi secara langsung melalui website dan situs transaksi seperti : tokopedia, shopee, bukalapak, lazada, dan lain-lain. Dalam transaksi online pembeli dan penjual di lindungi oleh Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019.
Akan tetapi walaupun adanya aturan yang mengatur tetapi bisa tidak sesuai realita di lapangan, seperti barang yang dikirimkan tidak sesuai pesanan, barang tidak sampai kepada pembeli dan lain – lain. Hal ini bertentangan dengan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam jual beli di E-Commerce hak para penjual dan pembeli diatur tegas dalam Pasal 4 dan Pasal 6 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Konsumen mempunyai hak untuk keselamatan barang, hak atas informasi yang akurat tentang barang, hak mendapatkan pelayanan yang baik, hak mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang tidak sesuai sebagaimana mestinya.
Dalam transaksi jual beli online tidak sedikit yang mengalami kendala dari pihak penjual maupun pembeli. Seperti contoh dalam kasus ini customer A membeli barang elektronik pada salah satu situs transaksi online dan membayar melalui transfer bank, terdapat permasalahan pembeli yaitu barang tidak sampai pada customer, dikarenakan permasalahan terletak pada jasa kurir (ojek online). Setelah barang yang sudah di pick-up oleh jasa kurir, tidak lama dari beberapa jam status dalam pengiriman “pesanan telah diterima”, tetapi customer tidak menerima barang tersebut dan posisi jasa kurir tersebut (yang dipantau live oleh customer) masih jauh dari lokasi yang telah ditetapkan. Lalu customer mengajukan komplain atau keluhan tersebut kepada pihak e – commerce langsung. Setelah menerima laporan dari pembeli, pihak e – commerce menindaklanjuti laporan tersebut dengan menghubungi perusahaan ojek online untuk menyelesaikan permasalahan ini dan meminta keterangan pasti. Perusahaan ojek online yang menerima laporan dari pihak e – commerce menindaklanjuti kasus tersebut supaya masalah tersebut teratasi dan pembeli mendapatkan haknya. Pada akhirnya titik masalah ini ditemukan pihak e – commerce mencairkan asuransi atas pesanan tersebut sehingga hak dan kewajiban pembeli terpenuhi.
Bahwa dalam permasalahan ini kurir dari penyedia jasa ojek online tersebut telah melanggar Pasal 4 huruf (b) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dari permasalahan tersebut penulis ingin meneliti lebih lanjut guna menjamin perlindungan hukum untuk customer dalam transaksi jual beli online.
Permasalahan jual beli diatas konsumen tidak dapat menjamin barang yang diterima dan/atau dengan aman hingga para konsumen bergantung kepada jasa kirim yang disediakan oleh platform e – commerce. Karena penjual bertanggung jawab atas barang yang dikirimkan kepada pembeli, dimana hal ini dapat dilihat bahwa adanya ongkir yang dibayarkan oleh pembeli. Dan pembeli membayar biaya asuransi pengiriman kepada jasa platform e – commerce.
Perlu diketahui bahwa dalam jual beli online jelas memerlukan kesepakatan antara penjual dan pembeli yang diatur dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang menyebutkan : “Jual-beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum di-serahkan, maupun harganya belum dibayar.” Dimana mengatur bahwa jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah para pihak mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya.
Meskipun barang tersebut belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Selain itu Pasal 64 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik menyebutkan bahwa : “ (1) Dalam setiap pengiriman Barang dan/atau Jasa yang menggunakan jasa kurir atau mekanisme pengiriman lainnya, Pelaku Usaha harus memastikan:
- keamanan Barang dan/atau Jasa;
- kelayakan kondisi Barang dan/Jasa;
- kerahasiaan Barang dan/atau Jasa;
- kesesuaian Barang dan/atau Jasa yang dikirim; dan
- ketepatan waktu pengiriman Barang dan/atau Jasa,
(3) Pelaku Usaha tidak dapat membebani Konsumen mengenai kewajiban membayar Barang yang dikirim tanpa dasar kontrak.
Transaksi elektronik juga harus berdasarkan kontrak elektronik yang dianggap sah apabila :
- terdapat kesepakatan para pihak;
- dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan;
- terdapat hal tertentu; dan
objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang – undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.