Sebestian Wirasandi
Mahasiswa Fakultas Hukum (Universitas Pamulang)
Awal Tahun 2024, telah digemparkan kebijakan pemerintah telah menetapkan kenaikan pajak hiburan menjadi 40-70%. Hal ini tercantum dalam UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Berdasarkan pada pasal 55 No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang masuk dalam subjek pajak untuk Jasa Kesenian dan Hiburan adalah Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu Pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana Kontes kecantikan, Kontes binaraga, Pameran Pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap, Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, Permainan ketangkasan, Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan, dan perlengkapan untuk olahraga, dan kebugaran Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang, Panti pijat dan pijat refleksi, Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Di Ibukota Jakarta yang penuh dengan hingar bingar dan tanda tanya pun telah mereapkan kenaikan Tarif Pajak Hiburan yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Para pelaku usaha tempat hiburan digencet Tarif Pajak, bahwa berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan di dalam :
Pasal 53 ayat (1) disebutkan ”Tarif PBJT atas Makanan dan/atau Minuman, Jasa Perhotelan, Jasa Parkir, dan Jasa Kesenian dan Hiburan, ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).”,
Pasal 53 ayat (2) disebutkan ”Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40% (empat puluh persen).”
Memang pada umumnya jika dilihat dari sektor bisnis ini kan bisnis hiburan dan dinikmati oleh kalangan tertentu saja, terutama kalangan yang memiliki uang lebih dan banyak hanya untuk senang-senang dan memuaskan diri sendiri (healing time), sehingga dipikirpun kalau dinaikkan tarif pajaknya, mereka pun harus bayar karena memang mereka mencari kesenangan untuk dirinya sendiri terutama jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Disisi lain pemberlakuan besaran pajak dapat memberikan kontribusi positif terdapat pendapatan asli daerah khususnya Ibukota Jakarta, akan tetapi kebijakan tersebut pasti berdampak kepada para pelaku usaha tempat hiburan tidak sanggup memenuhi kewajiban membayar pajak terutama kalangan menengah ke bawah, dan bisa mematikan usaha. Hal ini juga pasti berdampak kepada para pegawai yang selalu khawatir besok makan apa, hidup sudah susah, dibuat makin susah karena digencet oleh Tarif Pajak yang sangat tinggi.